MSG vs Garam: Siapa yang Lebih Berbahaya Bagi Kesehatan?

MALANG, VOICEOFJATIM – MSG atau monosodium glutamat selama ini dicap buruk karena dianggap berbahaya bagi kesehatan. Namun, jika ditilik lebih dalam, garam dapur justru memiliki potensi risiko yang lebih tinggi terhadap tubuh bila dikonsumsi berlebihan.

MSG kerap jadi kambing hitam dalam perdebatan soal kesehatan makanan. Mulai dari dugaan penurunan fungsi otak hingga sindrom “Chinese Restaurant Syndrome” sering dilekatkan pada bahan penyedap satu ini. Sementara itu, garam dapur atau natrium klorida (NaCl) yang digunakan hampir di setiap masakan jarang sekali mendapat stigma serupa. Tapi, benarkah micin seburuk itu? Atau justru garam yang lebih layak diwaspadai?

Micin Mengandung Sodium Lebih Sedikit

Hal penting yang perlu dicermati dari dua bahan ini adalah kandungan sodium atau natriumnya. Sodium berlebihan dalam tubuh berkaitan erat dengan tekanan darah tinggi, gangguan jantung, hingga risiko stroke.

Secara komposisi, MSG hanya mengandung sekitar 12,3 gram sodium per 100 gram. Angka ini jauh lebih rendah dibanding garam dapur yang mengandung hingga 39,3 gram sodium di jumlah yang sama. Artinya, kandungan natrium di dalam MSG hanya sepertiga dari yang ada pada garam.

Tak Hanya Lebih Rendah Sodium, Rasa Pun Tetap Terjaga

Sebuah penelitian yang dirilis dalam Journal of Food Science mengungkapkan bahwa masakan dengan kadar garam yang dikurangi hingga 60 persen tetap terasa lezat jika diberikan tambahan MSG. Bahkan, beberapa jenis makanan seperti quinoa bowl dan savory yogurt dip lebih disukai saat menggunakan MSG dibanding versi aslinya yang menggunakan garam penuh.

MSG bekerja dengan memperkuat rasa umami, menciptakan cita rasa gurih yang alami tanpa harus menambahkan banyak garam. Ini memberi solusi baru bagi para koki dan industri makanan dalam menjaga rasa sekaligus mengurangi dampak kesehatan dari konsumsi sodium yang berlebihan.

MSG Tidak Terbukti Berbahaya

Selama bertahun-tahun, banyak informasi simpang siur mengenai dampak negatif MSG. Namun, berbagai badan kesehatan dunia seperti Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan MSG aman dikonsumsi dalam batas wajar.

Gejala seperti pusing atau rasa lelah usai mengonsumsi makanan ber-MSG yang dulu disebut sebagai “Chinese Restaurant Syndrome”, hingga kini belum pernah terbukti secara ilmiah sebagai efek konsisten dari MSG. Sementara itu, konsumsi garam berlebihan terbukti secara medis sebagai pemicu utama tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular.

Micin Jadi Primadona Baru Industri Makanan

Industri makanan juga mulai beralih menggunakan MSG dalam kombinasi dengan senyawa lain seperti inosinat (IMP) dan guanilat (GMP). Kombinasi ini membantu menciptakan rasa yang lebih kaya dan kompleks, bahkan dapat memangkas kebutuhan akan bahan mahal seperti daging atau kaldu tanpa mengurangi kelezatan.

“Dengan pendekatan ini, produsen bisa menjaga biaya tetap efisien dan tetap menghadirkan rasa yang memuaskan,” tambah Diah Ayu.

Dalam jumlah konsumsi yang wajar, MSG terbukti memiliki kadar sodium lebih rendah, efektif dalam memperkuat rasa, dan tidak terbukti berbahaya. Sementara itu, garam dapur yang sering dianggap ‘aman’ justru memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih besar jika dikonsumsi berlebihan.

Melihat tren global yang kini semakin sadar terhadap pentingnya pembatasan sodium, sudah saatnya MSG dipahami secara lebih objektif. Menyalahkan micin sebagai biang kerok masalah kesehatan jelas tidak adil, karena faktanya, garam bisa menjadi musuh yang lebih senyap dalam dunia kuliner jika tidak digunakan secara bijak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *