AI Kian Ambil Alih Peran Psikolog, Pakar UNAIR: Sentuhan Emosional Tak Bisa Digantikan Mesin

SURABAYA, VOICEOFJATIM.COM – Kemajuan kecerdasan buatan (AI) kini memasuki ranah yang paling personal: kesehatan mental. Sebuah survei Snapcart pada tahun 2025 mengungkap bahwa 58 persen responden dari Indonesia mengaku mempertimbangkan menggunakan AI sebagai pengganti psikolog.

Bagi sebagian orang, menggunakan AI untuk konsultasi psikologis dianggap lebih praktis dan aman. Biaya mahal dan kekhawatiran akan privasi membuat AI menjadi alternatif yang menarik. Namun, Guru Besar Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Universitas Airlangga, Prof Nurul Hartini, mengingatkan bahwa AI tetaplah mesin yang tidak bisa memahami perasaan manusia secara utuh.

Menurut Prof Nurul, AI memang bisa dimanfaatkan untuk mencari informasi awal terkait gejala gangguan mental. Namun saat seseorang butuh intervensi atau pendampingan secara emosional, peran psikolog manusia menjadi sangat penting. “Sangat mungkin kemudian jawaban-jawabannya itu tidak memahami benar situasi dan kondisi orang yang dihadapi,” ujarnya.

Ia menegaskan, dalam menangani seseorang dengan masalah psikologis, dibutuhkan empati dan komunikasi dua arah. Sifat kaku dan sistematis dari AI justru bisa memperburuk kondisi jika digunakan tanpa bimbingan.

Fenomena meningkatnya ketergantungan pada AI menurut Prof Nurul bisa membuat banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya butuh bantuan profesional. Ia menyebutkan beberapa tanda yang harus diperhatikan. Misalnya, ketika seseorang mulai merasa pikirannya tidak jernih dan emosinya tidak stabil. Tanda lainnya adalah perilaku menyimpang seperti menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, atau menarik diri dari lingkungan.

“Semakin banyak tanda itu muncul, semakin besar kebutuhan untuk bertemu langsung dengan psikolog,” jelas Prof Nurul.

Kendati begitu, Prof Nurul tidak menolak kehadiran AI dalam bidang psikologi. Ia menyebut teknologi ini bisa digunakan secara bijak untuk mendukung tugas psikolog, seperti dalam pengolahan data atau deteksi awal gangguan. Tetapi ia menekankan bahwa elemen penting seperti transfer emosi, bahasa tubuh, dan komunikasi psikologis tetap tidak bisa digantikan oleh sistem otomatis.

“Profesional di bidang kesehatan fisik, mental, sosial, itu sulit tergantikan oleh AI karena ada transfer knowledge, emosi, hingga psikomotorik,” pungkasnya.

Melalui pendekatan kolaboratif antara manusia dan teknologi, Prof Nurul berharap dunia psikologi tetap bisa menjaga sentuhan kemanusiaannya tanpa menolak kemajuan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *