VOJ – Media sosial masih diramaikan dengan tagar #KaburAjaDulu, yang menjadi tren di kalangan anak muda Indonesia. Fenomena ini semakin menguat setelah beberapa pejabat mempertanyakan nasionalisme diaspora dan mengkhawatirkan potensi brain drain, yakni eksodus talenta berbakat ke luar negeri.
Dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Dr. Hempri Suyatna, menilai tagar ini bukan sekadar tren biasa, melainkan bentuk kritik tajam generasi muda terhadap kondisi sosial-politik dalam negeri. Mereka merasa bahwa situasi saat ini kurang berpihak pada mereka, terutama dalam hal pendidikan, ekonomi, hingga kebijakan pemerintah.
“Banyak anak muda melihat masa depan mereka di Indonesia kurang menjanjikan, terutama karena ketidakpastian ekonomi dan minimnya dukungan terhadap pengembangan sumber daya manusia. Ini yang mendorong mereka mempertimbangkan opsi untuk belajar atau bekerja di luar negeri,” ujar Hempri.
Ia menambahkan bahwa fenomena ini bisa menjadi peluang jika para diaspora akhirnya kembali ke Indonesia dengan membawa pengalaman dan keahlian mereka untuk membangun negeri. Namun, jika mereka memilih menetap di luar negeri, ini bisa menjadi ancaman besar bagi pembangunan nasional.
“Indonesia masih mengalami kekurangan tenaga profesional di berbagai sektor. Jika semakin banyak talenta muda yang memilih tinggal di luar negeri, ketimpangan ekonomi bisa semakin lebar, dan akselerasi pembangunan akan melambat,” tambahnya.
Menurut Hempri, salah satu penyebab utama brain drain adalah lemahnya ekosistem inovasi dan riset di Indonesia. Minimnya insentif, rendahnya gaji, serta kurangnya perlindungan hak cipta menjadi faktor yang membuat anak muda enggan berkarya di dalam negeri.
“Banyak ilmuwan muda yang memilih keluar negeri karena mereka merasa lebih dihargai di sana. Sayangnya, dukungan terhadap hilirisasi inovasi di Indonesia masih sangat terbatas, sehingga banyak karya yang akhirnya tidak bisa diterapkan secara luas,” jelasnya.
Untuk menghadapi tantangan ini, Hempri menekankan perlunya strategi yang lebih konkret, seperti peningkatan anggaran riset, pembukaan lapangan kerja yang lebih luas, serta pemberian insentif bagi anak muda yang berkontribusi dalam inovasi.
“Kebijakan yang mendukung intellectual property serta hilirisasi inovasi harus diperkuat. Jika pemerintah ingin mencegah brain drain, mereka harus memastikan bahwa anak muda merasa memiliki masa depan yang cerah di negeri sendiri,” pungkasnya.