DPRD Kota Malang Soroti Pernikahan Dini sebagai Penyebab Anak Putus Sekolah

VOJ – Masalah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kota Malang masih menjadi perhatian serius, terutama karena pernikahan dini yang kerap dianggap solusi oleh sebagian orang tua. Ketua DPRD Kota Malang Amithya Ratnanggani Sirraduhita menegaskan, fenomena ini harus segera ditangani dengan pendekatan yang lebih sistematis.

“Banyak orang tua berpikir, daripada anaknya tidak sekolah atau hanya pacaran, lebih baik dinikahkan saja. Padahal, pernikahan dini justru membawa tantangan lebih besar bagi mereka,” ujar Amithya, Selasa (25/2/2025).

Menurutnya, pemerintah daerah sebenarnya memiliki banyak instrumen untuk mencegah pernikahan dini dan mengembalikan anak-anak ke bangku sekolah. Namun, upaya tersebut dinilai belum dimanfaatkan secara maksimal.

“Sejak saya di Komisi D, kami sudah lama mendorong langkah konkret untuk menangani masalah ini dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat,” tambahnya.

Amithya menegaskan, penanganan ATS tidak bisa hanya mengandalkan satu instansi. Diperlukan sinergi antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Dinas Sosial, pemerintah kelurahan, hingga komunitas di tingkat RT dan RW.

Kepala Disdikbud Kota Malang Suwarjana membenarkan bahwa pernikahan dini menjadi salah satu penyebab utama anak putus sekolah. Namun, faktor lingkungan juga memegang peran besar, terutama bagi anak-anak yang sudah terbiasa bekerja dan merasa nyaman dengan penghasilannya.

“Ada anak yang sudah nyaman bekerja sehingga enggan kembali bersekolah. Ada juga yang menikah muda, lalu dilarang pasangannya untuk melanjutkan pendidikan,” ungkapnya.

Untuk mengatasi hal ini, Disdikbud terus mendorong program pendidikan alternatif bagi ATS, seperti paket belajar. Pemerintah Kota Malang juga berupaya memberikan pemahaman bahwa ijazah akan menjadi kebutuhan di masa depan, terutama saat mereka ingin melamar pekerjaan.

Suwarjana juga menyoroti pola pikir sebagian orang tua yang lebih memilih anaknya bekerja daripada bersekolah, dengan alasan ekonomi atau agar segera mandiri. Oleh karena itu, koordinasi antara sekolah, pemerintah daerah, dan komunitas masyarakat terus diperkuat. Salah satu strategi yang kini diterapkan adalah program jemput bola ke rumah-rumah anak putus sekolah.

Sebagai informasi, jumlah ATS di Kota Malang per Februari 2025 tercatat sebanyak 3.406 anak, turun dari 5.534 anak pada 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *