KOTA MALANG, VOICEOFJATIM.COM – Wacana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Malang mendapat sorotan tajam dari legislatif. Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, menilai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terlalu memberatkan masyarakat dan perlu segera ditinjau ulang.
Dalam aturan terbaru itu, tarif PBB-P2 dipatok tunggal sebesar 0,2 persen. Angka ini melesat hampir empat kali lipat dibanding aturan sebelumnya yang hanya 0,055 persen. Menurut Arief, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan keresahan sosial.
“Kalau tidak segera dikoreksi, saya takut situasinya akan sama seperti di Pati. Bedanya, kalau warga yang turun ke jalan, protesnya bisa langsung di depan balai kota. Kalau dewan yang menyoroti, ya kita bahasnya di forum resmi seperti paripurna,” ujar Arief setelah menghadiri rapat paripurna DPRD, Rabu (13/8/2025).
Sebagai catatan, gelombang unjuk rasa besar di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, meletus pada hari yang sama setelah pemerintah setempat menaikkan PBB hingga 250 persen. Arief menilai, lonjakan tarif di Malang justru lebih drastis karena diterapkan rata tanpa mempertimbangkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Padahal, sebelumnya tarif PBB di Malang dibagi menjadi beberapa kategori. Untuk NJOP sampai Rp1,5 miliar dikenakan 0,055 persen, hingga Rp5 miliar dikenakan 0,112 persen, hingga Rp100 miliar sebesar 0,145 persen, dan di atas Rp100 miliar 0,167 persen. Dengan aturan baru, seluruh kategori dipukul rata 0,2 persen.
“Kalau dipukul rata seperti ini, warga kecil jelas keberatan. Pusat memang memberi panduan, tapi angka pastinya tetap ditentukan daerah. Artinya bisa saja diturunkan tanpa melanggar ketentuan,” terang Arief.
Ia juga menekankan bahwa revisi Perda bisa dilakukan sewaktu-waktu tanpa menunggu terlalu lama. Langkah cepat, menurutnya, akan menenangkan warga sekaligus menunjukkan bahwa Pemkot dan DPRD berdiri di sisi masyarakat.
“Kalau hanya ditunda, tetap berisiko. Karena dasar hukum yang berlaku saat ini memang Perda 1/2025. Jadi paling bijak segera direvisi agar jelas bahwa pemerintah kota dan DPRD berpihak pada rakyat,” tambahnya.
Arief juga mengingatkan bahwa alasan kenaikan tarif ini semata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, ia menilai cara itu justru membebani warga. “Setiap kali ada target PAD, jangan sampai masyarakat yang selalu dijadikan korban. Itu tidak adil,” ucapnya.
Menanggapi kritik tersebut, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, hanya memberikan pernyataan singkat. “Masukan