Santri Pesantren di Malang Dibekali Ilmu Kelola Sampah Berkelanjutan demi Lingkungan Lebih Bersih

MALANG, VOICEOFJATIM.COM – Persoalan sampah masih menjadi momok besar bagi Kota Malang seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan geliat ekonomi yang kian pesat. Data terbaru menunjukkan volume sampah harian di kota ini terus meningkat, menuntut pembaruan sistem pengelolaan dan sarana pemrosesan sampah yang lebih memadai.

Pemerintah Kota Malang sendiri tak tinggal diam. Selain membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), pemkot juga tengah merampungkan revitalisasi tujuh Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di berbagai titik kota demi memperbaiki efektivitas manajemen sampah. Langkah ini diyakini mampu menekan penumpukan sampah dan menjaga kualitas lingkungan perkotaan.

Meski demikian, persoalan terbesar justru datang dari kesadaran masyarakat. Walau telah ada Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah, faktanya masih banyak warga yang belum terbiasa memilah sampah sejak dari rumah atau membuangnya sesuai tempat.

Berangkat dari kondisi itu, sekelompok dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya terjun langsung ke masyarakat untuk memberikan edukasi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Tim pengabdian masyarakat ini terdiri dari Tri Hendra Wahyudi sebagai ketua, bersama dua anggota, Romel Masykuri dan Fajar Shodiq Ramadlan. Kali ini, sasaran mereka adalah para santri serta pengurus pondok pesantren di Kota Malang.

Program ini merupakan kolaborasi FISIP Universitas Brawijaya dengan Lakpesdam PCNU Kota Malang, Pondok Pesantren Al-Hikam, serta komunitas pegiat lingkungan iLitterless Indonesia. Sebanyak 30 peserta dari berbagai pondok pesantren hadir mengikuti pelatihan yang berlangsung pada Selasa (1/7/2025) di Perpustakaan Pondok Pesantren Al-Hikam, Lowokwaru, Kota Malang.

Ketua pelaksana kegiatan, Tri Hendra Wahyudi, mengungkapkan, “Tujuan utama kegiatan ini adalah memberikan pemahaman dan keterampilan praktis kepada para santri tentang bagaimana mengelola sampah secara berkelanjutan dan memiliki nilai ekonomis. Harapannya, tidak sekadar meningkatkan kesadaran, tetapi juga agar santri mampu menerapkan sistem pengelolaan sampah yang efektif di lingkungan pondok masing-masing.”

Selain bermanfaat langsung bagi pesantren yang terlibat, program ini juga diharapkan dapat memicu lahirnya praktik-praktik pengelolaan sampah terbaik yang bisa diadopsi oleh lembaga pendidikan lain di Kota Malang.

Ustadz Nurcholis, salah satu pengurus Pondok Pesantren Al-Hikam, sangat mengapresiasi pelatihan ini. Ia menilai langkah tersebut penting karena menjadi jembatan kerja sama antara lembaga pendidikan dan komunitas sosial dalam mengatasi persoalan lingkungan di pesantren.

Pelatihan diawali dengan materi dasar tentang urgensi pengelolaan sampah, yang disampaikan oleh Mayedha Adifirsta, Co-founder iLitterless Indonesia. Mayedha memaparkan, “Permasalahan kita selama ini adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangga secara mandiri. Akibatnya, semua sampah terakumulasi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Dari total sampah yang dihasilkan, sekitar 60 persen berupa sampah organik, sedangkan 40 persen sisanya anorganik. Limbah ini menghasilkan gas metana yang merusak lapisan ozon, juga air lindi yang beracun dan meresap ke tanah, hingga mencemari sumber air minum kita. Itulah sebabnya pengelolaan sampah harus dimulai secara mandiri dari rumah.”

Pelatihan semakin interaktif ketika Zainul Ridwan, aktivis iLitterless Indonesia sekaligus alumnus pesantren, memandu simulasi pengelolaan sampah berbasis lingkungan pondok pesantren. Lewat metode partisipatif, peserta diajak mengidentifikasi berbagai jenis sampah yang ada di lingkungan sekitar, lalu merancang proyek pengelolaan sampah yang dapat diterapkan di pondok masing-masing.

“Dengan simulasi seperti ini, harapannya para peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga memiliki kemampuan teknis yang bisa langsung dipraktikkan,” terang Zainul.

Lewat pelatihan ini, para santri tidak hanya dibekali ilmu, tetapi juga diharapkan menjadi agen perubahan dalam mewujudkan pesantren yang lebih bersih, sehat, dan ramah lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *