Tarik Pajak UMKM di Malang, DPRD Beda Pandangan Soal Batas Omzet Rp15 Juta atau Rp25 Juta

KOTA MALANG, VOICEOFJATIM.COM – DPRD Kota Malang menegaskan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) wajib mengutamakan perlindungan pelaku usaha kecil, termasuk UMKM dan pedagang kaki lima (PKL).

Hal itu disampaikan Anggota DPRD Kota Malang, Saniman Wafi, usai rapat paripurna yang digelar di Gedung DPRD. Wafi menilai, aturan yang tercantum dalam Raperda PDRD, di mana pelaku usaha kuliner dengan omzet minimal Rp15 juta per bulan dikenakan pajak 10 persen, bisa berpotensi salah sasaran.

“Jangan sampai target pajak Bapenda ini justru membidik teman-teman PKL atau UMKM kelas menengah ke bawah. Karena dalam penjelasan di Raperda, kelompok usaha kecil pun masih kena pajak, termasuk pedagang kaki lima,” kata Wafi.

Padahal, lanjut Wafi, semula sempat muncul usulan agar ambang batas minimal pelaku usaha yang kena pajak ditetapkan di angka Rp25 juta per bulan. Ia berpendapat, angka tersebut lebih masuk akal agar pedagang kecil yang omzetnya belum besar tak terbebani pajak.

“Kalau omzet minimalnya Rp15 juta, bayangkan saja, pedagang bakso atau nasi goreng yang omzet harian Rp500 ribu pun bisa kena pajak per bulan. Kami mengusulkan Rp25 juta supaya PKL tetap aman,” jelasnya.

Wafi menekankan, jika ambang batasnya dipatok Rp25 juta, maka kebijakan pajak benar-benar hanya akan menyasar pelaku usaha kelas menengah ke atas seperti restoran atau kafe yang punya omzet lebih besar.

“Di angka Rp25 juta masih sangat realistis. Harusnya kebijakan ini memang diarahkan ke restoran atau kafe yang notabene menengah ke atas,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda PDRD, Indra Permana, menegaskan keputusan menempatkan ambang batas omzet di Rp15 juta bukanlah keputusan mendadak. Indra menyebut pihaknya sudah melakukan serangkaian kajian dan diskusi panjang sebelum angka itu ditetapkan.

“Ada tim ahli yang membantu kami melakukan kajian. Keputusan ini bukan asal ambil angka,” ujar Indra.

Indra membeberkan, jika batas omzet ditetapkan Rp25 juta, potensi kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang bisa tembus Rp15 miliar setiap tahun. Sedangkan dengan ambang batas Rp15 juta, proyeksi kehilangan PAD masih lebih kecil, sekitar Rp8,6 miliar per tahun.

“Kota Malang tetap butuh biaya operasional. Kita harus cari titik tengah, agar masyarakat tidak terbebani, tapi daerah juga tidak kehilangan pendapatan. Kami tetap berpihak pada rakyat,” pungkas Indra.

Berdasarkan data Bapenda, sektor usaha kuliner menyumbang salah satu porsi besar PAD Kota Malang. Hingga 2024, tercatat lebih dari 5.000 pelaku usaha kuliner aktif di kota ini, banyak di antaranya digerakkan oleh generasi muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *