Penetapan PDRD Disahkan, PKL di Kota Malang Dipastikan Bebas Pajak

KOTA MALANG, VOICEOFJATIM.COM – Pedagang kaki lima (PKL) di Kota Malang dipastikan tidak akan terbebani pajak dalam skema Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang baru disahkan. Pemerintah Kota Malang bersama DPRD telah menyepakati ambang batas objek pajak senilai Rp15 juta per bulan, angka yang dinilai aman dari jangkauan omzet mayoritas PKL.

Jaminan itu ditegaskan oleh Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, saat mengikuti rapat paripurna pengambilan keputusan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) PDRD yang digelar pada Kamis (12/6/2025). Menurutnya, keputusan tersebut sudah melalui kajian komparatif terhadap regulasi di sejumlah daerah lain di Jawa Timur.

“Sudah kami hitung dan analisa. Batas omzet yang kena pajak itu Rp15 juta per bulan. Data dari daerah lain juga kami jadikan referensi. Jadi PKL tidak akan terdampak,” tegas Wakil Wali Kota.

Kendati begitu, ia membuka ruang agar ke depan bisa diterbitkan regulasi yang secara spesifik melindungi PKL. Pilihannya bisa berupa peraturan wali kota (Perwal) atau bahkan Peraturan Daerah (Perda) tersendiri, bila DPRD memiliki inisiatif untuk mengusulkannya.

“Soal keluhan PKL, bisa saja nanti ada perhatian lebih. Tapi saat ini, PDRD tidak mengatur secara spesifik tentang mereka. Kalau DPRD punya inisiatif, bisa dibuatkan regulasi baru,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa Perwal sebagai regulasi teknis dari Perda PDRD masih dalam proses finalisasi. Setelah proses pengundangan selesai dan dilaporkan kepada wali kota, aturan pelaksanaannya baru akan diberlakukan.

“Setelah diundangkan, akan kami laporkan ke wali kota. Hari ini beliau berhalangan hadir,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto, mengungkapkan bahwa kebijakan pembebasan pajak bagi pelaku usaha kecil ini akan berdampak pada penurunan potensi pendapatan asli daerah (PAD). Dari estimasi awal, sekitar 1.085 wajib pajak akan dibebaskan dari kewajiban pajak sehingga potensi PAD turun hingga Rp7 miliar.

“Perkirakan kami, ada sekitar Rp7 miliar potensi yang hilang. Tapi ini masih estimasi, nanti akan kami verifikasi kembali,” kata Handi.

Ketika ditanya soal solusi untuk menutupi potensi penurunan tersebut, Handi mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi hingga triwulan kedua. Jika realisasinya tak sesuai target, maka proyeksi PAD bisa saja direvisi dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun ini.

“Kita lihat dulu capaian hingga triwulan II. Semoga target tetap tercapai. Tahun lalu kami surplus, dan kami harap tahun ini juga demikian agar bisa menutup potensi kehilangan itu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *