VOJ – Produk peternakan menjadi salah satu sumber protein penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Namun, penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga dengan penghasilan rendah cenderung lebih banyak mengonsumsi pangan nabati dan makanan bertepung dibandingkan produk hewani yang memiliki nilai gizi tinggi.
Hal ini diungkapkan oleh Prof. Ir. Mujtahidah Anggriani Ummul Muzayyanah, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ekonomi Keperilakuan Produk Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM). Acara berlangsung pada Selasa (18/2/2025) di Ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM.
Dalam pidatonya yang berjudul “Transformasi Perilaku Konsumsi Pangan Produk Peternakan Dalam Perspektif Ekonomi Malnutrisi”, Mujtahidah menyoroti kecenderungan rumah tangga berpenghasilan rendah dalam memilih makanan. “Sebagian besar disebabkan oleh fakta bahwa rumah tangga kelompok ini harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pangan dasar,” jelasnya.
Ia juga menyoroti rendahnya tingkat konsumsi susu di Indonesia yang berdampak pada kualitas gizi balita dan anak-anak. Kondisi ini, menurutnya, bisa mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa depan. “Di saat yang sama, rumah tangga berpenghasilan rendah sulit mengakses susu maupun pangan hewani bernilai tinggi lainnya, seperti daging dan produk olahan susu,” tambahnya.
Menurut Mujtahidah, rendahnya konsumsi protein hewani erat kaitannya dengan kondisi ekonomi masyarakat. Harga pangan hewani yang tinggi membuat banyak orang memilih alternatif dengan kualitas yang lebih rendah. Telur menjadi sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi di daerah pedesaan miskin.
“Keputusan konsumen dalam memilih pangan didasarkan pada faktor pendapatan, harga, dan preferensi yang menentukan tingkat permintaan pangan,” ujarnya. “Asupan makanan dan status gizi yang terkait dengan pembangunan ekonomi didorong oleh interaksi harga dan pendapatan dengan inovasi dalam produksi, distribusi, dan pemasaran pangan,” pungkasnya.