MALANG, VOICEOFJATIM.COM – Praktik tak manusiawi kembali mencuat di dunia ketenagakerjaan Kota Malang. Dua perusahaan kedapatan menahan ijazah pegawai dan meminta tebusan jutaan rupiah jika dokumen tersebut ingin diambil sebelum kontrak kerja berakhir. Kasus ini kini menjadi sorotan serius Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Malang.
Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan dari masyarakat mengenai praktik tidak sah ini. Setelah dilakukan verifikasi awal, ditemukan dua perusahaan yang diduga menahan ijazah asli milik karyawannya.
“Kami sudah menerima laporan. Dari hasil awal, memang ada dua perusahaan yang menahan ijazah pegawai mereka,” ujar Arif saat ditemui pada Selasa (29/4/2025).
Arif menegaskan, penahanan ijazah tidak memiliki dasar hukum dalam aturan ketenagakerjaan di Indonesia. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak pekerja. “Itu jelas tidak diperbolehkan. Ijazah adalah hak pribadi dan tidak bisa dijadikan jaminan kerja. Kami akan tindak lanjuti dan berkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan dari provinsi,” ujarnya.
Praktik semacam ini, lanjut Arif, sering kali disepakati secara sepihak dalam kontrak awal antara perusahaan dan calon pekerja. Tidak hanya ijazah, dokumen penting lainnya seperti BPKB kendaraan pun kerap ikut ditahan. Masalah muncul ketika pekerja ingin mengakhiri kontrak lebih awal dan diminta membayar denda jutaan rupiah untuk mengambil kembali dokumen miliknya.
“Bahkan ada yang dendanya lebih tinggi dari gaji bulanan yang diterima. Ini bisa jadi bom waktu kalau tidak segera diatasi,” ungkap Arif.
Menghindari polemik seperti yang pernah terjadi di Kota Surabaya, Disnaker Kota Malang langsung mengidentifikasi nama-nama perusahaan tersebut. Koordinasi dengan Dewan Pengawas Disnaker Provinsi Jawa Timur pun segera dilakukan.
“Kami tidak mau praktik seperti ini membudaya. Meski baru dua perusahaan yang dilaporkan, ini harus segera disikapi agar tidak menjadi tren,” tegas Arif.
Ia juga menekankan bahwa perusahaan tidak berhak meminta ijazah asli sebagai syarat kerja. Prosedur rekrutmen seharusnya tidak mengarah pada praktik yang merugikan calon pekerja secara sepihak.
“Kalau pekerja hanya bekerja sembilan bulan dari kontrak dua tahun, lalu harus membayar denda besar untuk ambil ijazahnya, itu jelas tidak adil dan menyalahi aturan,” kata Arif.
Soal sanksi, Disnaker masih menunggu hasil evaluasi dari provinsi. Jika terbukti ada pelanggaran, perusahaan bersangkutan akan dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai penutup, Arif menyerukan agar seluruh perusahaan di Kota Malang menghentikan praktik semacam ini dan lebih menjunjung tinggi etika serta keadilan dalam hubungan kerja. Ia berharap kasus seperti ini menjadi yang terakhir di wilayahnya.