KOTAMALANG, VOICEOFJATIM.COM – Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah menyiapkan kebijakan untuk mengatur penggunaan sound horeg di berbagai daerah, bukan untuk melarangnya sepenuhnya. Kebijakan ini sedang digodok dengan mempertimbangkan berbagai sisi, mulai dari nilai budaya, gangguan sosial, hingga dampaknya pada roda ekonomi masyarakat.
Sekretaris Daerah Jawa Timur, Adhy Karyono, menegaskan bahwa saat ini belum ada keputusan resmi, sebab pembahasan masih berlangsung di tingkat internal pemerintah provinsi.
“Ini belum final. Masih dalam pembahasan dan jadi bahan pertimbangan Gubernur. Kita lihat nanti seperti apa kebijakan akhirnya,” jelas Adhy saat ditemui di Kota Malang pada Kamis (24/7/2025).
Adhy menjelaskan, Pemprov tidak memiliki dasar hukum untuk mengeluarkan larangan penggunaan sound horeg melalui surat edaran. Karena itulah, pendekatan yang diambil lebih pada pembinaan dan pengaturan teknis.
“Yang kami lakukan adalah mengatur, bukan melarang. Karena memang tidak ada kewenangan bagi kami untuk membuat edaran yang melarang keberadaan sound horeg,” ujar Adhy.
Sound horeg sudah lama dikenal sebagai hiburan rakyat yang meriah, terutama di hajatan seperti pernikahan, sunatan, dan pesta kampung. Di beberapa daerah, termasuk Kabupaten Malang, penggunaan sound system dengan suara menggelegar ini bahkan dianggap sebagai bagian dari budaya setempat.
Namun, Adhy menekankan pentingnya memperhatikan dampaknya bagi masyarakat sekitar. Volume suara, lokasi penggunaan, hingga jam operasional akan jadi fokus utama dalam pengaturan.
“Kalau suaranya tidak terlalu besar, tentu belum bisa disebut sound horeg. Kita juga akan lihat di mana dipasang dan digunakan dalam konteks apa,” imbuhnya.
Pemprov juga menyadari bahwa jenis hiburan seperti ini punya sisi positif, terutama dalam mendukung ekonomi lokal. Banyak pelaku UMKM yang terlibat, mulai dari penyewaan alat, jasa dekorasi, hingga pedagang makanan keliling.
“Kegiatan ini memang bisa menghidupi banyak orang. Jadi kita tidak bisa serta-merta menghentikan. Tapi kita perlu atur supaya tidak mengganggu warga lainnya,” ujar Adhy.
Ia juga menyinggung bahwa di lapangan, kadang muncul persoalan lain seperti tarian yang dianggap vulgar atau suara yang menyebabkan retakan di rumah warga. Faktor-faktor itu akan dikaji lebih dalam sebelum aturan disusun.
“Kalau sampai merusak rumah atau menimbulkan keresahan karena kontennya, itu jelas jadi masalah. Tapi sekali lagi, kami akan lihat dari kondisi faktual di lapangan,” kata dia.
Saat ini, Pemprov Jatim masih mengumpulkan masukan dari para kepala daerah se-Jatim untuk merumuskan kebijakan yang paling bijak. Tujuan utamanya adalah menjaga keseimbangan antara hiburan masyarakat, ketertiban umum, dan penggerak ekonomi lokal.











