BANYUWANGI, VOICEOFJATIM.COM – Kamera-kamera tersembunyi yang tersebar di hutan pegunungan Raung-Ijen membongkar fakta mencengangkan: kehidupan satwa liar di kawasan ini masih sangat aktif, bahkan melibatkan predator langka seperti macan tutul jawa.
Selama Oktober hingga November 2024, sebanyak 80 unit kamera trap dipasang di area Raung-Ijen. Rekaman yang diperoleh menunjukkan aktivitas berbagai spesies liar, dari mamalia kecil seperti musang hingga burung eksotis seperti merak hijau. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara SINTAS Indonesia, kelompok Mapala, masyarakat lokal, serta Seksi KSDA Wilayah V Banyuwangi dari Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Ekspedisi lanjutan dilakukan pada 11–21 Februari 2025 dengan tim terbagi ke empat kelompok, menyisir kawasan selatan pegunungan dalam medan yang menantang selama sepuluh hari. Hasilnya, jejak kehidupan liar di tengah hutan kian terlihat jelas. Kijang, ayam hutan merah, kucing kuwuk, dan dua jenis musang berhasil terekam kamera. Yang paling menggembirakan, keberadaan dua predator kunci—ajag dan macan tutul jawa—ikut terdeteksi.
“Temuan ini mempertegas bahwa ekosistem hutan Raung-Ijen masih berfungsi dengan baik sebagai habitat alami, termasuk bagi predator puncak seperti macan tutul jawa,” ungkap Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Balai Besar KSDA Jawa Timur, Fajar Dwi Nur Aji, pada Selasa (8/4/2025).
Tak hanya dokumentasi visual, tim ekspedisi juga mengumpulkan enam sampel feses yang diyakini milik macan tutul jawa. Sampel ini saat ini tengah dianalisis secara genetik di laboratorium Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Harapannya, penelitian ini mampu mengungkap pola distribusi, populasi, serta pergerakan predator langka tersebut secara lebih akurat.
Seluruh proses pengumpulan dan pengiriman sampel ke laboratorium telah memenuhi prosedur legal, dengan dokumen resmi berupa Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri (SATS-DN) yang diterbitkan oleh BBKSDA Jawa Timur.
“Lebih dari sekadar mendokumentasikan keanekaragaman hayati, ekspedisi ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga Raung-Ijen sebagai benteng terakhir spesies-spesies langka di Pulau Jawa,” tambah Fajar.
Dengan dukungan teknologi dan sinergi antar lembaga, peluang untuk melestarikan Raung-Ijen sebagai rumah terakhir satwa ikonik Indonesia masih terbuka lebar. Kini, tinggal bagaimana komitmen semua pihak untuk menjaga kawasan ini tetap lestari dan tak terganggu aktivitas manusia.