VOJ – Rencana pemangkasan anggaran pendidikan kembali mencuat dan memicu keresahan di berbagai kalangan. Pemerintah berdalih langkah ini diperlukan demi efisiensi fiskal, tetapi kebijakan tersebut dikhawatirkan justru mengancam kualitas pendidikan nasional.
Pakar sosiologi pendidikan Universitas Airlangga (UNAIR), Tuti Budirahayu, menilai kebijakan ini perlu dikaji lebih dalam. Menurutnya, pengurangan anggaran tak boleh mengorbankan aspek penting seperti infrastruktur sekolah dan pengembangan tenaga pengajar.
“Kalau pemeliharaan atau peningkatan sarana belajar dipotong, itu sangat berbahaya. Fasilitas sekolah yang rusak, laboratorium tidak memadai, serta keterbatasan akses belajar akan berdampak pada penurunan kualitas pendidikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, pemotongan dana juga berisiko menghambat program pengembangan guru. Padahal, peningkatan kompetensi pendidik adalah keharusan. “Jika ada efisiensi, jangan sampai program utama yang mendukung peningkatan kualitas guru justru dikorbankan,” tambahnya.
Dampak lain dari kebijakan ini adalah penurunan moral tenaga pendidik serta motivasi belajar siswa. Program beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang selama ini membantu siswa kurang mampu pun terancam ketidakpastian.
“Masyarakat dan mahasiswa gelisah karena informasi simpang siur. Pemerintah harus segera memberi kepastian agar tidak menimbulkan keresahan lebih dalam,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, komunikasi yang buruk dalam kebijakan ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. “Jika pendidikan hanya dianggap program pendukung, bukan prioritas, trust issue akan semakin dalam. Padahal, negara maju selalu menjadikan pendidikan sebagai pilar utama,” katanya.
Di sisi lain, Tuti menilai efisiensi anggaran bisa menjadi momentum untuk menertibkan penggunaan dana pendidikan yang selama ini dinilai kurang transparan.
“Banyak anggaran dihamburkan tanpa tujuan jelas. Jika efisiensi dilakukan dengan kontrol ketat dan transparan, justru bisa meningkatkan akuntabilitas,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan, efisiensi tak boleh menyentuh aspek strategis yang menentukan kualitas pendidikan. “Program literasi, penguatan kapasitas guru, kesejahteraan tenaga pendidik, semua harus tetap jadi prioritas. Jika efisiensi dilakukan sembrono, dampaknya panjang terhadap kualitas SDM Indonesia,” tegasnya.
Ia menyarankan agar penghematan anggaran dilakukan berbasis data dan audit menyeluruh. “Harus dipastikan, sektor yang dipangkas memang bukan yang esensial. Kalau menyangkut mutu pendidikan, sebaiknya jangan dipotong. Justru harus diperkuat,” katanya.
Menurutnya, pendidikan bukan sekadar fasilitas, tetapi membangun generasi yang cerdas, kritis, dan siap menghadapi tantangan global. Karena itu, setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap sistem pendidikan nasional.