Konferensi Sosio‑Legal 2025: Ruang Refleksi dan Konsolidasi untuk Hukum Berkeadilan Sosial

KOTA MALANG, VOICEOFJATIM.COM – Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menjadi pusat pertemuan para akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai daerah. Selama dua hari penuh, 23–24 Juni 2025, Konferensi Sosio‑Legal Indonesia 2025 digelar sebagai panggung bagi siapa pun yang gelisah dengan perkembangan studi hukum di Indonesia dan mendambakan wajah hukum yang lebih manusiawi.

Bertema “Socio‑Legal Studies in Indonesia: Challenges, Comparisons, and Critical Reflections,” acara ini bukan cuma soal presentasi makalah atau pembacaan paper semata. Ada semangat kolektif untuk menyatukan pengetahuan, memperluas jejaring, dan mengokohkan peran studi sosio‑legal bagi keadilan sosial.

Konferensi ini digagas oleh Asosiasi Studi Sosio‑Legal Indonesia (ASSLESI) bersama PANDEKHA FH UGM, dengan dukungan dari Perkumpulan HUMA dan PERSADA UB. Selama dua hari, peserta dari berbagai daerah berdialog intensif soal metode, konteks, hingga refleksi mendalam soal penerapan pendekatan sosio‑legal di Indonesia.

“Yang membuat acara ini beda dari yang lain bukan hanya soal jumlah makalah yang masuk, tetapi soal semangat untuk tumbuh bersama,” kata Ketua Umum ASSLESI, Fachrizal Afandi, saat membuka acara.

Awalnya lebih dari 180 abstrak dikirimkan dari berbagai institusi. Setelah seleksi ketat, hanya 111 peserta yang diberi kesempatan mempresentasikan karya mereka di 10 panel tematik. Ada juga Master Class khusus untuk pengembangan metode sosio‑legal, diisi oleh akademisi senior yang aktif dalam studi hukum pidana, adat, gender, hingga keadilan lingkungan.

Pada hari kedua, acara berlanjut dengan Musyawarah Nasional II ASSLESI. Forum ini bukan hanya soal laporan pertanggungjawaban, tetapi juga soal refleksi bersama dan langkah strategis ke depan. Sekretaris Umum Theresia Dyah Wirastri memaparkan berbagai capaian, mulai dari pelatihan metode sosio‑legal hingga kerja sama dengan berbagai kampus di dalam dan luar negeri.

Sejak 2021, ASSLESI memang aktif menggelar pelatihan berskala nasional. Salah satunya ATTRACT (Advanced Training of Trainers in the Application of the Socio‑Legal Approach) bersama Universitas Leiden dan Nuffic Neso. “Kita membawa pelatihan ini ke berbagai daerah, dari Malang hingga Makassar, agar metode sosio‑legal dapat digunakan lebih luas oleh akademisi, praktisi, hingga hakim dan jaksa,” ungkap Fachrizal Afandi.

Namun, ASSLESI juga tak luput dari tantangan internal. Salah satunya soal sistem keanggotaan yang belum terdigitalisasi, belum rampungnya AD/ART, hingga kebutuhan diversifikasi pendanaan dan perluasan kaderisasi. “Ini catatan yang harus dijadikan titik tolak untuk bergerak lebih progresif,” tegas Prof. Sulistyowati Irianto, Ketua Dewan Penasihat ASSLESI.

Menanggapi laporan tersebut, Prof. Shidarta juga mengingatkan bahwa ASSLESI perlu terus memperluas daya kritis dan reflektif, agar dapat menjembatani dunia akademik dengan kebutuhan nyata masyarakat.

Hasil musyawarah sepakat menerima laporan pertanggungjawaban dan menetapkan struktur kepengurusan baru dengan format presidium. Terpilih sebagai Ketua Presidium Yance Arizona, bersama Agung Wibowo dan Theresia Dyah Wirastri. Mereka mengemban mandat untuk memimpin ASSLESI hingga 2027 dengan semangat kolektif dan kerja bersama.

Rangkaian acara ditutup dengan seminar internasional yang mengangkat perbandingan perkembangan studi sosio‑legal di Indonesia dan Jepang. Prof. Yoshitaka Wada, Presiden Asian Law and Society Association (ALSA), memotret tantangan studi sosio‑legal dari Negeri Sakura. Prof. Sulistyowati Irianto dari FH UI memberi refleksi panjang soal peran pendekatan ini dalam pengembangan hukum Indonesia. Sementara itu, Dr. Rikardo Simarmata dari FH UGM menekankan bahwa studi sosio‑legal bukan hanya soal akademik, tetapi juga soal keberpihakan nyata bagi kelompok marginal.

Konferensi ini membawa pesan kuat bahwa ASSLESI bukan sekadar asosiasi akademik biasa. Ia tumbuh sebagai ruang kolektif yang inklusif, kritis, dan siap merespons berbagai bentuk ketimpangan hukum dan sosial di Indonesia. Seperti yang dikatakan Prof. Sulistyowati, “Studi sosio‑legal bukan hanya soal memahami hukum dari balik buku, tetapi menjadikan hukum bermakna bagi manusia dan masyarakat.”

Ke depan, ASSLESI berkomitmen untuk terus menggalang kerja sama dengan berbagai pihak, memperluas pelatihan metode sosio‑legal, dan mendorong pembaruan hukum dari bawah. Dalam semangat itu, konferensi ini bukan akhir dari sebuah pertemuan, tetapi titik awal dari sebuah kerja panjang untuk memperjuangkan keadilan sosial bagi semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *