VOJ – Kreator konten kuliner Codeblu tengah menjadi sorotan setelah diduga meminta uang ratusan juta rupiah kepada pemilik usaha makanan untuk menghapus ulasan negatifnya. Kasus ini semakin ramai diperbincangkan setelah sejumlah pengusaha kuliner mengaku mengalami hal serupa. Akibatnya, DPR pun mendesak Kementerian Perdagangan untuk bertindak tegas terhadap praktik review makanan yang dinilai merugikan pelaku usaha.
Kronologi Kasus Dugaan Pemerasan Codeblu
1. Video Review Negatif Viral
Codeblu mengunggah video ulasan negatif tentang sebuah toko roti bernama Clairmont. Dalam videonya, ia menyebut produk yang dijual tidak layak dan mengecewakan. Video tersebut langsung viral di media sosial, membuat toko roti itu menerima banyak kritik dari netizen.
2. Dugaan Permintaan Uang
Setelah video tersebut viral, beredar kabar bahwa pihak Codeblu meminta uang Rp350 juta kepada pemilik Clairmont agar video itu dihapus. Jika tidak, ulasan negatifnya akan tetap tayang, berpotensi merusak reputasi bisnis Clairmont.
3. Munculnya Laporan Pemerasan Lain
Kasus ini semakin berkembang setelah beberapa pelaku usaha lain mengaku mengalami hal yang sama. Ada yang menyebut bahwa Codeblu meminta uang hingga Rp650 juta untuk menghapus atau mengganti review negatif dengan konten promosi yang lebih baik.
4. DPR Bereaksi, Minta Kementerian Perdagangan Bertindak
Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyoroti fenomena ini dan meminta pemerintah turun tangan untuk menertibkan praktik review makanan di media sosial. Menurutnya, jika terbukti ada unsur pemerasan, maka harus ada tindakan hukum yang jelas agar tidak merugikan pelaku usaha kuliner.
“Jangan sampai influencer atau reviewer menggunakan pengaruhnya untuk menekan pelaku usaha. Ulasan makanan harus bersifat objektif, bukan alat pemerasan,” ujar Mufti Anam.
Ia juga meminta Kementerian Perdagangan untuk mengawasi lebih ketat industri review makanan agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan digital untuk keuntungan pribadi.
5. Klarifikasi Codeblu
Di tengah derasnya tudingan, Codeblu akhirnya buka suara. Ia membantah telah melakukan pemerasan dan menyatakan bahwa dirinya hanya menawarkan jasa perbaikan citra dengan harga tertentu.
“Saya tidak pernah meminta bayaran untuk menurunkan video. Itu adalah kerja sama kampanye. Kalau tidak mampu membayar, tidak perlu ikut,” jelas Codeblu dalam pernyataannya.
Meski begitu, klarifikasi ini masih menuai pro dan kontra. Banyak netizen yang mendukungnya sebagai kritikus makanan yang jujur dan berani mengungkap kualitas makanan apa adanya. Namun, tidak sedikit juga yang menilai bahwa menawarkan jasa penghapusan review negatif dengan harga tinggi bisa dikategorikan sebagai pemerasan terselubung.
Reaksi Netizen dan Dampak Kasus Ini
Kasus ini langsung menyebar luas di media sosial, memicu perdebatan sengit di kalangan netizen. Ada yang mendukung Codeblu sebagai reviewer yang berani mengkritik makanan secara jujur, tetapi banyak juga yang menyerukan boikot terhadapnya.
Kasus ini membuka mata banyak pihak bahwa dunia review makanan di media sosial perlu diawasi lebih ketat. Dengan berkembangnya fenomena ini, regulasi terhadap influencer dan kreator konten diharapkan bisa lebih jelas agar tidak ada praktik yang merugikan pihak tertentu.